Khamis, 25 Ogos 2011

DEWAN PEMUDA PAS KAWASAN KOTA RAJA

DEWAN PEMUDA PAS KAWASAN KOTA RAJA


Seandainya Nik Aziz Gubernur Aceh?- oleh Harian Aceh

Posted: 24 Aug 2011 08:24 PM PDT

Tertarik dengan satu artikel dari Harian Aceh hasil lawatan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar ke negeri Kelantan. - Link_artikel 

Banda Raya - 9 June 2011
Fakhruddin Lahmuddin bersama kawan-kawannya dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar bersilaturrahmi ke Negeri Kelantan, Malaysia. Mereka ingin menjumpai seorang pemimpin rakyat yang mungkin sekali tak ada di daerah lain, apalagi di Aceh.
Namanya Tuan Guru Dato' Nik Abdul Aziz bin Nik Mat. Lebih akrab disapa "Nik Aziz". Dia menjabat Menteri Besar (gubernur) Negeri Kelantan sejak 20 tahun terakhir. Karena kepemimpinannya, oleh rakyat, ia digelar Umar bin Khattab-nya Kelantan. Musabab itulah, Fakhruddin dan kawan-kawan ingin belajar pada gubernur berusia 84 tahun itu.
Saat tiba di depan pendopo, rombongan disambut sekretaris gubernur; karena Nik Aziz sedang dalam perjalanan pulang dari Kuala Lumpur. Lalu mereka dipersilakan duduk di ruang pertemuan berkapasitas 200-an orang. Sungguh, mereka terpana. Kursi dan meja kayu, kipas dan mimbar usang, pula perabotan lainnya, tampak sederhana, jauh sekali dengan di Aceh atau provinsi lainnya.
Tak berapa lama kemudian Nik Aziz hadir. Ia berjubah putih (selalu demikian, menurut cerita warga Kelantan). Mereka selanjutnya beramah-tamah. Usai Fakhruddin dan kawan-kawan menyampaikan maksud kedatangannya, Nik Aziz pun berbicara.
"Nak jaga dan bangun Kelantan tak sulit bagi saya. Yang sulit adalah nak jaga diri saya dari godaan duniawi," tutur Nik Aziz menanggapi penilaian Fakhruddin dan kawan-kawan tentang ketenteraman Kelantan, dimana mayoritas penduduknya Melayu asli.
Pernyataan tersebut memantik semangat Fakhruddin untuk terus mengorek sisi menarik lain dari seorang Nik Aziz. Ketua MPU Aceh Besar itu pun memerolehnya dari melihat sendiri maupun berdasarkan cerita penduduk Kelantan.
Pertama, begitu dilantik jadi Menteri Besar (MB) Negeri Kelantan, dinas pembangunan umum setempat segera menawari Nik Aziz untuk mengaspal dan memperbaiki jalan sekitar rumah dan pesantren miliknya. "Jangan, jangan! Kenapa sebelum saya jadi MB tak diperbaiki? Tak boleh," tegasnya. Orang dinas terdiam.
Kedua, Nik Aziz selama jadi gubernur tak pernah tidur di pendopo. Ia menilai, kalau tidur di pendopo harus menyewa guard (satpam) dan tukang kebun, misalnya. Lalu pekerja itu digaji dengan uang negara, dimana uang itu seharusnya dipakai untuk menyejahterakan rakyat. Ia tak mau begitu. Gubernur Aceh sekarang juga tak mau tidur di pendopo, tapi berbeda tujuannya dengan Nik Aziz.
Ketiga, Nik Aziz tinggal di rumah yang sangat sederhana. Rumahnya berkonstruksikan kayu. Kecil. Padahal sampai kini ia sudah punya 10 anak dan 55 cucu dari istri tunggalnya. Fakruddin dan kawan-kawan terpana lagi ketika berkunjung ke rumahnya. Tak ada satupun pengawal yang jaga-jaga di rumah pemimpin salah satu negara bagian Malaysia itu.
Keempat, Nik Aziz pelayan tamu. Suatu kali ada wartawan asing ingin menjumpai Nik Aziz di rumahnya. Usai dipersilakan masuk oleh seorang lelaki tua, wartawan itu menunggu sang gubernur. Tak lama kemudian, lelaki tua tadi keluar dengan membawakan minuman.
"Saya ingin menjumpai Nik Aziz, apa dia ada di sini?" kira-kira begitu tanya si wartawan. "Inilah saya Nik Aziz yang kamu maksud," sahut lelaki tua itu. Si wartawan terkejut dan malu. Lalu satu pertanyaan menarik darinya timbul lagi kemudian, "Anda seorang gubernur, apa tidak takut tinggal di rumah dengan tak ada seorangpun guard?" Dengan mantap Nik Aziz menjawab, "orang yang perlu pengawal adalah orang yang punya musuh, punya masalah. Saya tak punya masalah dengan siapapun. Guard saya adalah beribadah kepada Allah."
Kelima, Nik Aziz turut membersihkan tandas (sebutan WC oleh orang Malaysia). Suatu kali, sekira jam 3 pagi waktu Malaysia, seorang santri melihat ada bayang-bayang seorang lelaki di sebuah WC pesantren milik Nik Aziz. Ia heran, yang membersihkan toilet seharusnya tugas santri. Begitu didekatinya, ternyata lelaki itu pemimpin pesantren tempat dia belajar, yaitu Nik Aziz. Ia merasa malu.
Keenam, suatu malam, seorang warga keturunan Cina kebingungan karena mobil yang dikemudinya mogok. Lalu sebuah mobil tua berhenti. Seorang lelaki tua turun dari dalamnya. Lalu membantu si Cina itu. Bahkan ditemani sampai ke bengkel. Esok pagi, ia terkejut. Ia melihat di koran, ada foto orang yang membantunya semalam. Ternyata lelaki tua itu Nik Aziz.
***
Begitulah Nik Aziz. Fakhruddin Lahmuddin menceritakannya beberapa hari setelah ia pulang dari Kelantan. Tepatnya, Ketua MPU Aceh Besar itu mengisahkan kepada saya pada Jumat 27 Mei 2011 yang panas, usai mengajar di Fakultas Dakwah IAN Ar-Raniry Banda Aceh. "Masih banyak cerita menarik lain tentang Nik Aziz selama jadi gubernur, cerita yang nyaris mustahil ada pada diri pemimpin di Indonesia maupun negara lain," katanya. Dia tidak sedang berbohong.
Adakah calon gubernur di Aceh seperti gubernur Kelantan iu?
Aceh di ambang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). "Sulit menemui calon pemimpin seperti Nik Aziz di Aceh, maka patut memilih yang mendekatinya," kata pemimpin Ponpres Umardian itu.
Lalu dia menganalogikan pada seorang sopir bus penumpang yang mengalami situasi membahayakan. Tiba-tiba saja, sekitar tiga meter di depannya seorang lelaki tua sedang menyebrangi jalan dengan melangkah pelan, sendiri. Di kanan, bus lain berusaha menyalipnya. Sedang di kiri,  ada jurang yang dalam. Sopir gamang. Kalau menabrak lelaki tua itu pasti mati. Kalau mengelak atau mengerem, bus pasti masuk jurang dan semua penumpang kemungkinan besar akan mati. "Pilih mana?"
"Begitu juga dalam hal memilih pemimpin," katanya. Bila seandainya semua calon pemimpin tergolong zalim–baik tingkat tinggi maupun rendah–, maka patut memilih satu pemimpin yang zalimnya paling rendah di antara lainnya. Bila pada cerita sopir di atas, lebih bagus menabrak seorang lelaki tua itu daripada masuk jurang lalu semua penumpang mati.
Kemudian Fakhruddin menyebutkan satu hadits sahih riwayat Bukhari yang artinya, "Rasulullah pernah bersabda, `Bantulah saudaramu yang zalim dan yang terzalimi`. Lalu sahabat rasul bertanya,`Ya Rasulullah, kami tahu bagaimana cara membantu orang yang terzalimi, tapi bagaimana kami membantu orang yang zalim?` Rasulullah menjawab, `cegah ia dari melakukan kemungkaran."
Musim Pilkada banyak "orang zalim" yang minta dibantu saat pemilihan. Bila ada pemimpin–yang sudah bisa dipastikan kalau kepemimpinannya kelak akan menyengsarakan rakyat–meminta bantuan pada kita untuk memilihnya, maka bantulah dia.
"Caranya, jangan memilihnya saat pemilihan berlangsung. Jika kemudian ditanya kenapa tak bantu, cukup dijawab, 'saya sudah bantu Anda supaya tidak menjadi pemimpin yang zalim. Supaya kejahatan tidak terus bertambah. Maka saya bantu menguranginya dengan tidak memilih Anda saat pemilihan.' Jika ada calon lain yang minta bantu juga, hadapi dengan cara yang sama," katanya.
Maka jalan untuk menemukan Nik Aziz di Aceh akan terbuka meski dalam jangka yang lama, dengan catatan konsep "membantu orang zalim" itu harus konsisten dipegang rakyat. Jika tak besar gengsi, pemimpin di Indonesia patut meniru Nik Aziz. Dan andai saja Nik Aziz Gubernur Aceh sekarang, maka majulah Aceh.[]
Makmur Dimila

Takbir lebih baik daripada hidup Melayu

Posted: 24 Aug 2011 08:15 PM PDT

SHAH ALAM, 25 Ogos: Ketua Penerangan PAS Pusat, Datuk Tuan Ibrahim Tuan Man berkata laungan 'takbir' adalah lebih baik daripada laungan 'hidup Melayu' kerana laungan tersebut sekurang-kurangnya mengingatkan umat Islam kepada Allah SWT.

"Soal takbir ini, cuma saya ingat takbir ini lebih baik daripada hidup Melayu lah.

"Daripada kita duduk dalam ceramah hidup Melayu, hidup Melayu, apa pun tak dapat," kata Tuan Ibrahim dalam wacana 'Ulama Politik Untuk Dakwah Atau Parti' Wacana Ulama Politik Untuk Dakwah Atau Parti anjuran akhbar Sinar Harian semalam, di sini yang disambut dengan sorakan daripada para hadirin.

Beliau berkata demikian sebagai mengusik Mufti Perak Tan Sri Harussani Zakaria yang berkata laungan takbir itu boleh mengganggu orang yang sedang berucap atau berzikir, dan berkata akhir-akhir ini laungan takbir semakin menjadi-jadi semasa orang berucap dan bersyarah.

Laungan takbir itu sememangnya satu ungkapan lazim yang kedengaran dalam majlis-majlis dan ceramah yang dihadiri pemimpin PAS.

"Jadi kita takbir ini sekurang-kurangnya kita ingat pada Allah, kita bersama dengan Allah, kita tak lalai… Cuma apa Tan Sri kata terganggu ceramahnya, mungkin dia jarang dengar, kalau orang biasa dengar ok," gurau Tuan Ibrahim lagi yang diiringi dengan ketawa daripada para hadirin.

Selain itu, Tuan Ibrahim, yang juga Pesuruhjaya PAS Pahang turut melahirkan rasa kasihan kepada cerita pengalaman Harussani yang mana beliau ditolak untuk berjumpa dengan perdana menteri.

"Mufti pun kena tolak, kiralah tuan-tuan… lu pikirlah sendiri," kata beliau yang mengundang ketawa besar kira-kira 500 peserta yang hadir dalam majlis kira-kira dua jam itu.

Dalam forum itu, Harussani berkata, beliau pernah ditolak dari berjumpa dengan Tun Dr Mahathir semasa beliau menjadi perdana menteri untuk menyampaikan pandangan agar Datuk Anwar tidak dipecat dan jangan dakwa Anwar kalau tidak ada bukti.

Menjawab soalan pengerusi majlis, bekas mufti Perlis Dr Mohd Asri Zainul Abidin bahawa ada anggapan dalam PAS bahawa ulama dalam Umno ini macam 'terompah kayu', Tuan Ibrahim berkata ini kerana ulama tidak diiktiraf oleh mana-mana parti atau pentadbiran negara.

"Saya lihat begini, yang pertama sekali, kita ulama ini ada tanggungjawab, kita ada amanah. Pertama, pengiktirafan… kalau kita duduk dalam satu parti yang tak ada pengiktirafan kepada ulama – nasihat kita tak didengar, pandangan kita tidak dipeduli, komentar kita diletak ke tepi, hata dalam isu hukum-hukum yang diberipun seolah-olah tidak mendapat pengiktirafan akhirnya kita, ulama yang duduk dalam politik, bukan menompang untuk mengambil atau sekadar untuk sahkan apa yang pemimpin kita buat.

"Bila pemimpin kita buat sesuatu, rujuk pada ulama hanya untuk mengesah. Tapi ulama memandu pemimpin supaya pemimpin ia buat sesuatu yang betul dengan pandangan syarak, bukan dia buat dan pandangan kita untuk cari nas untuk mengesahkan apa yang dia buat. Itu berbeza," kata beliau disambut laungan takbir daripada hadirin.

Sambung Tuan Ibrahim,"Ulama sifatnya memandu sebab kita menganggap pandangan-pandangan lain bahawa ulama mendahului dalam pandangan… sebab itu bila kita guna istilah terompah kayu, istilah rice cooker, macam-macam lah istilah politik.

"Istilah ini menggambarkan kepada kita, orang perlu pada kita orang pakai, bila tak perlu letak ke tepi," terang beliau.

Menurut Tuan Ibrahim, bukan setakat pandangan mufti diletakkan ke tepi, sehinggakan kini keputusan majlis fatwa pun ditolak.

"Pemimpin ini mesti dipandu sebab kalau pemimpin baik, rakyat akan jadi baik. Jikalau pemimpin punah, rakyat akan jadi punah. Soalnya siapa nak baiki pemimpin? Yang nak memandu pemimpin ini ulama… sebab itu ulama politik mesti memandu politik itu supaya tidak bercanggah dengan syarak.

"Soalnya sejauh mana kita boleh memandu, sekiranya pengiktirafan tak ada?" soal beliau.

Dalam PAS, kata beliau sebelum parti membuat keputusan ia perlu melalui Majlis Syura yang dipimpin oleh para ulama.

"Dalam erti kata lain, kalau parti nak buat sesuatu keputusan, dasar mesti diputuskan oleh Majlis Syura yang dipimpin oleh para ulama. Dalam PAS, kita pernah buat keputusan yang dalam politik kita rugi.

"Dalam konteks politik kita rugi, tapi oleh kerana syarak mahupun begitu, maka kita kena ambil itu. Sebagai contoh, kita mengambil Kelantan, kita tutup pusat-pusat perjudian, disco dan bar – yang confirmnya kaki disco tak undi kita, kaki judi tak undi kita (hadirin gelak), kaki kelab malam tak undi kita, dalam konteks politik kita rugi tapi apakah kita nak tanggung dosa yang bercanggah dengan syarak?" tanya beliau.

Bagi Tuan Ibrahim, ulama di mana-manapun, yang paling penting ia mendapat pengiktirafan.

"Tolong iktiraf pandangan ulama, tolong hargai. Ulama bukan ada kepentingan, hatta dalam PAS, ulama masuk PAS bukan kerana nak bertanding politik. Bertanding beberapa kerusi saja?

"Tapi pengiktirafan. Kita harapkan sebagai contoh, Tan Sri (Harussani) pernah mengeluarkan pandangan, fatwa supaya penghormatan kepada tugu tak dibuat… (tapi) di Melaka dibina tugu 1Malaysia, berapa ribu duit rakyat dihabiskan?

"Demikian juga, banyak fatwa-fatwa yang kadang-kadang kita buat keputusan tapi macam tidak dinilai, macam tidak ada penghargaan, jadi bila pandangan fatwa itu tidak dihargai… fatwa pun tidak dihargai, apa lagi ulama?" sindir beliau.

Tiada ulasan:

Pengikut